Peningkatan Konsumsi Energi dan Inovasi Pengelolaan Sampah Menjadi Solusi Energi Berkelanjutan di Indonesia

 Nasional

itusudah.com

Meningkatnya populasi penduduk di Indonesia berimbas pada lonjakan konsumsi energi nasional sebesar 60% dalam satu dekade terakhir. Pemerintah merespons dengan menambah alokasi anggaran ketahanan energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, yang mencapai Rp421,7 triliun. Dana besar ini akan dialokasikan untuk subsidi dan kompensasi energi bagi masyarakat.

Di antara berbagai jenis energi, subsidi untuk gas elpiji (LPG) 3 kg terus meningkat, dengan anggaran subsidi tahun ini mencapai 8,02 juta ton. Kenaikan beban subsidi LPG ini berpotensi membebani keuangan negara di masa depan, terutama jika kesadaran masyarakat untuk bijak dalam menggunakan energi bersubsidi masih rendah. Oleh karena itu, pemanfaatan alternatif sumber energi, seperti biogas dari sampah, perlu ditingkatkan.

Data dari Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan bahwa hingga Juli 2024, volume sampah nasional mencapai 31,9 juta ton, dengan sekitar 11,3 juta ton belum terkelola. “Sampah-sampah ini bisa dikelola menjadi sumber energi gas bagi masyarakat,” ujar Direktur Reforminer Institute Komaidi Notonegoro dalam diskusi publik “Menelaah Inovasi Haji” di Jakarta pada Jumat (16/8/2024).

Pengolahan sampah menjadi biogas dapat memberikan alternatif energi murah dan mengurangi beban subsidi. Selain sampah, kotoran ternak juga bisa diolah menjadi biogas. “Pemerintah, termasuk pemerintah daerah, perlu proaktif dalam hal ini karena potensinya sangat besar,” tambah Komaidi.

Permasalahan global terkait kebutuhan energi dan transisi energi menekankan pentingnya pengembangan sumber energi terbarukan untuk menjaga ketahanan energi dan mengurangi dampak lingkungan. Pengolahan sampah menjadi energi adalah solusi inovatif yang dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil serta beban subsidi negara.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa pemerintah akan fokus pada penyaluran subsidi yang tepat sasaran dan terus mendorong pemanfaatan sampah perkotaan sebagai sumber energi terbarukan. “Kementerian ESDM melalui Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) berupaya meningkatkan nilai tambah sampah untuk energi alternatif serta mendukung pencapaian target National Determined Contributions (NDC) Indonesia,” jelas Arifin.

Contoh sukses pengelolaan sampah menjadi energi terdapat di TPA Manggar, Balikpapan. Di sana, gas metana dari sampah digunakan sebagai pengganti LPG oleh masyarakat sekitar. “Penggunaan gas metana sangat menguntungkan secara ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada LPG,” kata Suyono, petugas pengelolaan sampah TPA Manggar.

Gas metana dari TPA Manggar menghemat penggunaan LPG sekitar 16.800 tabung per tahun, dengan penghematan mencapai Rp554,4 juta. “Biaya bulanan untuk gas metana jauh lebih murah dibandingkan LPG,” ujar Rasum Setiawan, salah satu warga penerima manfaat.

TPA Manggar juga menyediakan gas metana untuk 28 Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di sekitarnya, memotong biaya operasional mereka. “Dengan hanya membayar Rp10.000 per bulan, UMKM dapat menghemat biaya energi secara signifikan,” kata Norma Septiati, Ketua UMKM Manggar.

TPA Manggar, yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Desember 2019, menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang tepat dapat menciptakan energi murah dan ramah lingkungan. Pemerintah saat ini memprioritaskan penyelesaian persoalan sampah di 10 kota dengan tujuan mengolah sampah menjadi energi listrik. Program kolaboratif yang efektif dapat menciptakan ekonomi sirkular, mengurangi beban subsidi negara, dan mendukung perekonomian masyarakat.

Author: 

Related Posts