Peringatan HUT ke-79 RI: Ngatawi Al-Zastrouw Tekankan Pentingnya Pancasila dalam Menjaga Persatuan di Era Digital

 Nasional

itusudah.com

Pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia, Indonesia dihadapkan pada tantangan baru dalam menjaga persatuan bangsa, terutama di era digital yang membawa perubahan besar. Radikalisme dan terorisme menjadi ancaman nyata yang dapat mengganggu stabilitas negara jika tidak ditangani dengan tepat. Ngatawi Al-Zastrouw, Kepala Makara Art Center Universitas Indonesia (UI), menyoroti peran penting nasionalisme dan Pancasila sebagai benteng utama dalam menjaga persatuan bangsa dan langkah-langkah konkret yang perlu diambil untuk menghadapi ancaman radikalisme dan intoleransi.

Zastrouw menjelaskan bahwa era digital telah membawa transformasi besar dalam cara masyarakat, terutama generasi muda, memandang nasionalisme. “Di era digital ini, terjadi pergeseran dari spirit citizenship menjadi netizenship. Spirit citizenship berbasis pada kewarganegaraan yang terikat oleh batasan-batasan geografis dan sistem politik. Namun, di era digital, batas-batas ini semakin kabur. Generasi muda kini hidup dalam lingkungan lintas negara, budaya, dan ideologi yang hanya dibatasi oleh logaritma digital,” kata Zastrouw dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Senin (19/8/2024).

Meskipun demikian, Zastrouw menegaskan bahwa nasionalisme tetap relevan. Ia menambahkan bahwa meskipun dunia maya memungkinkan interaksi tanpa batasan waktu dan tempat, dalam kehidupan nyata, interaksi tetap terjadi di lingkungan sekitar. “Pengikat nasionalisme saat ini tidak lagi hanya didasarkan pada imajinasi kolektif atau pengalaman bersama, tetapi pada nilai-nilai kemanusiaan seperti harga diri dan kesejahteraan. Jika hak-hak kemanusiaan warga negara terjamin, mereka akan lebih mudah menjalankan kewajiban dan komitmennya terhadap bangsa dan negara,” ujar Dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta ini.

Ketika membahas upaya menangkal radikalisme, Zastrouw menyebut Pancasila sebagai penawar yang paling efektif. Namun, ia juga menyoroti bahwa implementasi Pancasila belum sepenuhnya nyata dalam kehidupan sehari-hari. “Saya perlu menekankan pentingnya aktualisasi Pancasila dalam bentuk nyata, sehingga dapat menjadi pengikat yang efektif di tengah keberagaman bangsa. Sejatinya, Pancasila memberikan ruang bagi setiap manusia untuk mengaktualisasikan pandangan keagamaan secara manusiawi. Konsep ‘ketuhanan yang berkebudayaan’ yang digaungkan oleh Bung Karno adalah wujud dari beragama secara manusiawi, yang mencakup penciptaan kesejahteraan dan keadilan sosial,” ujarnya.

Untuk menghadapi radikalisme di kalangan generasi muda, Zastrouw menyoroti pentingnya keteladanan dan praktik hidup yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Ia mengungkapkan bahwa anak muda saat ini tidak bisa hanya dijejali narasi dan retorika para pemimpin negeri ini. Keteladanan dari para pemimpin bangsa dalam beragama dan bermasyarakat menjadi inspirasi penting bagi generasi muda. Keteladanan ini harus tercermin dalam tindakan nyata yang dapat dijadikan rujukan.

Zastrouw juga menekankan perlunya mengarusutamakan praktik-praktik hidup yang mencerminkan Pancasila, seperti gotong-royong dan kerukunan antarumat beragama. “Crowdfund yang dilakukan oleh banyak anak muda saat pandemi lalu hanyalah salah satu bentuk gotong-royong dalam versi modern, yang juga menjadi jiwanya Pancasila. Indonesia harus lebih berbangga diri dan memahami bahwa sesuatu yang baik tidak harus datang dari luar negeri,” katanya.

Zastrouw berharap generasi muda Indonesia dapat membangun imunitas ideologi yang kuat terhadap radikalisme dan intoleransi. “Vaksinasi kultural melalui pengamalan Pancasila secara nyata adalah kunci untuk menjaga persatuan dan menghadapi berbagai ancaman ideologis,” pungkasnya.

Author: 

Related Posts