itusudah.com
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengusulkan agar nasi jagung bisa menjadi salah satu opsi menu dalam program makan gratis. Namun, usulan ini dianggap kurang tepat oleh Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Haryo Soekartono. Menurut Bambang, produksi jagung di Indonesia masih kurang untuk memenuhi kebutuhan nasional, baik untuk konsumsi manusia maupun untuk pakan ternak seperti ayam. Kebutuhan jagung nasional mencapai sekitar 15,7 juta ton per tahun, sementara produksi jagung dalam negeri hanya sekitar 13,79 juta ton per tahun. Hal ini menyebabkan Indonesia harus mengimpor sekitar 1,2 juta ton jagung setiap tahunnya.
Selain itu, Bambang menyoroti bahwa harga jagung di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia, berkisar antara Rp5.000 hingga Rp8.000 per kilogram. Harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan harga jagung di Ukraina yang hanya USD270 per ton atau setara dengan Rp4.372 per kilogram. Bambang berpendapat bahwa seharusnya Menko PMK lebih fokus pada upaya menurunkan harga pokok pangan seperti jagung, terutama karena harga jagung internasional saat ini tidak lebih dari Rp2.000 per kilogram, sesuai dengan data dari Website Business Insider. Namun, harga jual jagung di Indonesia masih sangat mahal, bahkan ada yang mencapai lebih dari Rp8.000 per kilogram.
Sebagai anggota DPR terpilih periode 2024-2029, Bambang juga mengingatkan bahwa jika harga jagung bisa diturunkan, maka harga makanan seperti ayam dan telur juga akan menjadi lebih terjangkau. Ia menyarankan agar Menko PMK melakukan kajian lebih mendalam dengan turun langsung ke masyarakat dan menanyakan kepada anak-anak apakah mereka familiar dan suka makan nasi jagung. Hal ini penting agar program makan gratis yang bertujuan memberikan nutrisi yang cukup bagi anak-anak tidak sia-sia karena tidak diminati oleh anak-anak yang lebih terbiasa makan nasi putih.
Selain itu, Bambang juga menyoroti tantangan dalam memproduksi dan memasak nasi jagung. Diperlukan kesabaran dan waktu yang cukup lama untuk menanak beras jagung agar hasilnya sempurna, proses yang jauh lebih lama dibandingkan dengan menanak nasi putih. Nasi jagung juga diketahui tidak tahan lama dan lebih mudah busuk dibandingkan nasi putih biasa.
Jika pemerintah benar-benar ingin melakukan diversifikasi pangan dari beras ke jagung, dan hasil kajian menunjukkan bahwa anak-anak mau mengonsumsi nasi jagung, maka pemerintah harus meningkatkan produksi jagung dalam negeri agar impor jagung tidak semakin meningkat. Pemerintah juga harus mendorong penurunan harga pangan, terutama komoditas jagung, agar lebih mendekati harga internasional yang saat ini jauh lebih rendah daripada harga jagung di Indonesia, khususnya untuk mendukung Program Makan Gratis bagi anak sekolah.